Senin, 15 November 2010

Tinjauan Umum terhadap Pasar Uang

A. Definisi Pasar Uang
            Sebelum masuk kepada pengertian pasar uang, terlebih dahulu penulis akan menguraikan apa yang dimaksud dengan pasar dan uang terlebih dahulu.
1. Definisi Pasar
            Pasar dalam teori ekonomi bukanlah suatu tempat fisik orang berjualan dan menjajakan barang dagangannya, melainkan pertemuan antara penawaran dan permintaan. Apabila permintaan bertemu penawaran di pasar maka akan terjadi transaksi. Transaksi merupakan kesepakatan antara apa yang diinginkan pembeli dengan penjual. Dalam transaksi seperti itu kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai dua hal yaitu harga dan volume dari apa yang ditransaksikan.[1]
            Pasar dalam istilah keseharian adalah tempat fisik dimana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan suatu transaksi perdagangan. Murti Sumarti dan Jhon Suprinanto memberikan pengertian pasar secara umum dengan "…tempat pertemuan antara penjual dan pembeli.[2]
            Dengan pengertian di atas bahwa yang dimaksud dengan pasar secara umum adalah suatu tempat atau daerah yang di dalamnya terdapat kekuatan permintaan dan penawaran yang saling bertemu untuk menentukan suatu harga dan volume.
            Lain halnya dengan pengertian pasar dalam ekonomi, dimana pasar bersifat interaktif. Dalam hal ini pasar adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas (pembeli potensial), mempunyai uang untuk belanja dan mempunyai keinginan untuk membelanjakannya (pembeli nyata) dari suatu produk dan jasa.[3]
2. Definisi Uang
            Mengenai batasan pengertian tentang uang, masih terdapat perbedaan paham dari para ahli ekonomi. Setiap penulis memberikan batasan yang berbeda-beda. Untuk memperlihatkan tata warna dari definisi uang, disini akan dikemukakan beberapa definisi tentang uang.
            Pengertian uang yang paling sempit adalah bahwa yang termasuk dalam pengertian uang yaitu uang kertas dan uang logam yang ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini disebut uang kartal, karena uang inilah yang langsung bisa digunakan (dibelanjakan) dan boleh karena langsung mempunyai pengaruh harga-harga barang.[4]
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan bahwa uang adalah alat penukar atau standar pengukur nilai yang sah, yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dalam bentuk dan gambar tertentu.[5]
            Iswardono Sarjonopermono menyatakan, bahwa uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa serta untuk pembayaran utang-utang dan juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian tanpa penundaan.[6]
            Berdasarkan perbedaan definisi uang di atas, maka secara keseluruhan yang dimaksud dengan uang adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran pasar modal. Antara pasar uang dan pasar modal terdapat perbedaan yang cukup jelas. Misalnya dari jangka waktu instrument yang diperjualbelikan, jika dalam pasar modal instrument yang diperjualbelikan adalah surat-surat berharga jangka panjang, sedangkan dalam pasar uang adalah surat berharga jangka pendek.
            Kemudian jika dilihat dari segi pasar tempat diperjualbelikannya surat-surat berharga tersebut juga berbeda, misalnya dalam jual-beli pasar modal, para penjual dan pembeli dapat bertemu di suatu tempat tertentu seperti bursa efek, sedangkan pasar uang bersifat abstrak, artinya penjualan dan pembelian surat-surat berharga tersebut tidak di dalam pasar tertentu, akan tetapi melalui sarana elektronik seperti telepon dan facsimile atau melalui situs internet. Dengan kata lain di pasar uang dapat diperoleh antara kreditor dengan investor secara langsung di berbagai tempat.
            Menurut informasi dan data (INDA) pasar uang dan modal, disebutkan bahwa "pasar uang adalah tempat jual-beli surat-surat berharga yang mempunyai jangka waktu kurang dari 360 hari atau kurang dari satu tahun.[7]
            Dahlan Siamat dalam bukunya Manajemen Lembaga Keuangan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "pasar uang adalah suatu kelompok pasar dimana instrument kredit jangka pendek yang umumnya berkualitas tinggi diperjualbelikan dan biasanya jatuh tempo dalam waktu satu tahun atau kurang.[8]
            Bersamaan dengan uraian definisi pasar uang tadi, maka pasar uang sebagaimana dengan semua pasar keuangan merupakan tempat atau media yang menyediakan fasilitas atau jaringan transaksi jual beli aset financial. Namun pasar ini sangat menekankan kredit untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek. Jadi pasar uang adalah mekanisme yang mempertemukan pihak yang memiliki surplus dana dengan pihak yang mengalami deficit. Transaksi dalam pasar uang sebagian besar bersifat jangka pendek. Oleh karena itu mekanisme dalam pasar uang pada dasarnya dirancang untuk mempertemukan kepentingan kedua kelompok tersebut.

B. Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam
            Dalam sejarah ekonomi Islam, persisnya pada awal perkembangan Islam, uang beredar dalam bentuk dinar (emas) dan dirham (perak). Dinar dan dirham dipergunakan untuk menunjuk satuan nilai uang, dan mempunyai berat dan isi yang tetap seperti sejumlah emas dan perak. Nabi menjadikan emas dan perak sebagai uang dan dengan pijakan inilah semua bentuk transaksi perdagangan bisa dilangsungkan. Pada abad tiga belas, pada masa Ibnu Taimiyah telah dikenal dua fungsi uang, yaitu uang sebagai media tukar dan uang untuk menukar nilai dari suatu barang (satuan hitung).[9]
            Nabi Muhammad saw lebih menyetujui adanya praktek ekonomi yang didasarkan pada uang sebagai pembantu dalam melancarkan arus perekonomian daripada praktek ekonomi barter, karena dalam sistem barter barang-barang yang akan diperuntukkan sering tidak sama jenisnya, hal ini menyebabkan adanya beberapa praktek yang membawa kepada ketidakadilan dan penindasan.[10]
            Hadits yang paling jelas mengenai itu adalah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ubadah bin Shamit, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
وَعَنْ عُبَادَةِ بْنِ الصَّامِتْ رَضِى اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الذَّهْبُ بِا الذَّهَبِ مَثَلاَ بِمَثَلٍ وَالفِصَّةُ بِالفِضَّةِ مَثَلاً بِمَثَلٍ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ مَثَلاً بِمَثَلِ وَالبِرُّ بِالْبَرِّ مَثَلاً بِمَثَلٍ وَالمِلْحُ بِالمِلْحِ مَثَلاً بِمَثَلِ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ مَثَلاً بِمَثَلِ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَرَا فَقَدَ أَرْبىَ بِيْعُوْا الذَّهَبَ بِالفِضَّةِ كَيْفَ شِعْتُمْ يَدًا بِيَدٍ بِيْعُوْا البِرُّ بِالتَّمْرِ كَيْفَ شِعْتُمْ يَدًا بِيَدٍ بِيْعَوْا الشَعِيْرَ بِالتَّمْرِ كَيْفَ شِعْتُمْ يَدًا بِيَدٍ (رواه مسلم)
"Dari ubadah bin Shamit r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Emas dengan emas (dapat dipertukarkar dengan syara bahwa keduanya) sama banyaknya, perak dengan perak (dapat dipertukarkan dengan syara bahwa keduanya) sama banyaknya, garam dengan garam (dapat dipertukarkan dengan syarat bahwa keduanya) sama banyaknya, jelai (jewawut) dengan jelai (dapat dipertukarkan keduanya dengan syarat bahwa keduanya) sama banyak. Maka barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba. Jualan emas dan perak sesuka hatimu dengan tunai, jalan gandum dengan kurma sesuka hatimu dengan tunai, jualah julai dan kurma sesuka hatimu dengan tunai." (HR. Muslim).[11]

            Hadits di atas menjelaskan bahwa ada enam macam barang jika terjadi pertukaran pada jenis yang sama haruslah sama banyaknya dan harus tunai. Adapun barang yang berbeda, tidaklah harus ada kesamaan dalam kadarnya, tetapi harus diberikan pada waktu itu juga atau secara tunai, oleh sebab itu Beliau menekankan pada sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. Dari hadits ini saya dapat mengambil kesimpulan bahwa sejak zaman nabi pula uang sudah memegang peranan yang sangat penting.
            Dalam konsep ekonomi Islam tidak mengenal money demand for speculation, karena dalam ekonomi Islam permintaan terhadap uang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transaksi bukan untuk kegiatan spekulatif.
            Uang adalah milik masyarakat, oleh sebab itu manusia dilarang untuk menimbun uang dalam jangka waktu yang lama dan dibiarkan tidak produktif, karena hal tersebut bisa mengakibatkan jumlah uang yang beredar akan berkurang.
            Ancaman terhadap orang yang melakukan penimbunan terhadap uang (harta) dijelaskan dalam firman Allah Swt dalam surat At-Taubah: 34
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih" (QS. At-Taubah: 34)[12]

Jadi dalam ekonomi Islam uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan komoditas atau barang dagangan. Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi.
Dalam ekonomi konvensional dikenal time value of money. Konsep ini menjelaskan bahwa dengan berlalunya waktu maka nilai uang akan bertambah walaupun tanpa melakukan apa-apa terhadap uang tersebut. Pemilik uang beranggapan akan memperoleh suku bunga dalam jangka waktu tertentu, uang yang dimilikinya saat ini akan bertambah dikemudian hari. Misalnya si A menjual motornya pada si B dengan harga Rp. 10.000.000 dengan ketentuan 10% dari harga pokok, maka si A akan memperoleh kelebihan dari harga pokok sebesar Rp. 11.000.000. konsep time value of money, yang diwujudkan dalam bentuk tingkat bunga dapat dianggap sebagai harga dari komoditas uang.
Tetapi dalam Islam tidak menganut konsep ini. Islam hanya mengenal konsep economic value of time, artinya yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Oleh karena itu Islam sangat menghargai waktu, hasil nyata dari optimalisasi waktu itu bervariabel, tergantung jenis usaha, lama usaha dan stabilitas politik, social dan ekonomi. Dan penghargaan terhadap waktu bisa dalam bentuk kerjasama dan nisbah bagi hasil profit and loss sharing secara bersama-sama.[13]
Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai. Diperbolehkannya harga tangguh bayar yang lebih itu sama sekali bukan disebabkan time value of money, melainkan karena ditahannya hak si penjual barang, maka selain panjang waktu penagihan akan semakin banyak pula biaya yang diperlukan. Dapat dijelaskan, bila barang dijual tunai dengan untung Rp. 500, si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi, sehingga dalam satu hari itu keuntungannya adalah Rp. 1000. Adapun bila dijual dengan cara tangguh bayar maka hak penjual tertahan sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjualnya lagi. Lebih dari itu, hak keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh si pembeli. Karena alasan itulah, Islam memperbolehkan harga tanggung lebih tinggi dari pada harga tunai.[14]
Dalam ekonomi Islam, uang adalah flow concept, dimana uang harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar berarti akan semakin banyak transaksi yang terjadi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko yang mungkin timbul karena ber musyarakah atau ber-mudharabah, Islam menganjurkan untuk melakukan qiradh, yaitu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dan nasabah sebagai penerima pinjaman tanpa adanya tambahan atau biaya apapun. Di sini peminjam berkewajiban mengembalikan pinjaman pada waktu yang telah disepakati (jangka waktu yang telah ditentukan) dalam jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. Karena meminjamkan uang untuk mendapatkan imbalan adalah riba.[15]
Uang itu memiliki berbagai fungsi yang berbeda, seperti sebagai standar nilai, alat tukar menukar, standar pembayaran yang tertunda dan sebagai penimbun kekayaan. Namun, fungsi uang adalah sistem ekonomi Islam menurut sebagian pakar ekonomi Islam yaitu sebagai alat tukar menukar dan sebagai standar nilai. Berikut ini adalah fungsi uang dalam system ekonomi Islam.
1. Uang sebagai alat tukar menukar (medium of exchange)
            Sebagai alat tukar peranan uang sangat menentukan kegiatan perekonomian. Dengan adanya uang, orang tidak harus mencari pembeli yang "kebetulan" mau menukar barang tersebut dengan barang lain yang "kebetulan" dibutuhkan oleh penjual tersebut. Dua "kebetulan" yang harus dipertemukan dalam system perekonomian barter sering disebut dengan istilah double confidence.[16] Dengan digunakannya uang sebagai alat tukar, penjual hanya perlu menukarkan barangnya dengan uang, dan selanjutnya ia bisa menggunakan uang tersebut untuk membeli dari orang lain yang mau menjual barang yang ia butuhkan. Pertukaran menjadi jauh lebih lancer karena tidak harus menunggu adanya double confidence.
            Peranan uang sebagai alat tukar mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain (Masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan untuk membeli suatu barang. Unsur kepercayaan ini penting sekali dan melandasi pemilihan "barang" apa yang bisa digunakan sebagai uang. Barang apapun bisa digunakan asalkan unsur kepercayaan ini bisa dilekatkan kepada barang tersebut.
            Diterimanya uang sebagai alat tukar secara meluas bertujuan untuk melenyapkan ketidakadilan dan ketidakjujuran dalam ekonomi barter. Karena hal tersebut dapat digolongkan kepada riba al fadl yang dilarang dalam Islam, sedangkan menurut Islam uang itu tidak menghasilkan apapun oleh sebab itu riba pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan adalah dilarang.[17]
            Dengan adanya fungsi uang sebagai alat tukar dapat menghilangkan perlu adanya kesamaan keinginan sebelum terjadinya pertukaran sehingga akan memudahkan perdagangan dan memungkinkan masyarakat untuk mengatasi ketidakefesienan dari barter.
            Mungkin selama jenis dan jumlah barang yang dipertukarkan masih relatif sedikit dan masih sederhana, system barter ini masih bisa efektif dan berjalan dengan lancer. Tetapi apabila jenis dan jumlah barang yang dipertukarkan semakin beragam, maka system ini tidak akan efektif lagi karena akan sangat sulit untuk menemukan kesamaan keinginan dengan orang.
            Islam sendiri melalui beberapa hadits nabi sangat mendukung perekonomian uang. Hal ini terlihat dari hadits Nabi Muhammad Saw:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الخُدْرِيْ وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَعْمَلَ رَجُلاً عَلَيَ خَيْبَر فَجَاءَهُ بِتَمَرِ حَنِيْبٍ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكُلُّ تَمَرَ خَيْبَرَ هَاكَذَا فَقَالَ وَاللهِ يَا رَسُوْلُ اللهِ اِنَّا لَنَاخُذْ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّعَيْنِ وَالصَّعَيْنِ بِالثَّلاَثَةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ لاَتَفْعَلْ بِيْعِ الجَمْعِ بِالدَّرَاهِمِ ثُمَّ اتبع بِالدَّرَاهِمِ جَنِيْبَا (رواه البخاري)
"Abu said al Khudri dan Abu Hurairah r.a berkata "sesungguhnya Rasulullah telah mempekerjakan seorang laki-laki (mengurus kuda) di Khaibar, lalu ia datang dengan membawa buah kurma yang bagus lantas Rasulullah Saw bertanya "Apakah kurma di Khaibar seperti ini?, dia menjawab "tidak, demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengambil satu sha'dari kurma ini dan kami tukarkan dengan dua sha 'kurma jenis lain, dan dua sha' (ditukar) dengan tiga sha', maka Rasulullah saw bersabda: Jangan kamu melakukan (hal itu) jauhilah semua itu dengan uang dirham, kemudian kamu belilah kurma yang baik dengan uang dirham (HR. Bukhari).[18]
           
            Dari hadits di atas terlihat jelas bahwa dalam transaksi jual-beli diperlukan adanya uang sebagai alat penukaran, dan fungsi uang sebagai alat tukar sangat memegang peranan yang penting dalam perekonomian. Tanpa adanya sesuatu yang berfungsi sebagai penukar, maka konsumen akan kesulitan dalam memperoleh suatu barang.
            Apa yang terjadi seandainya dalam suatu perekonomian tidak adanya uang sebagai alat tukar, dapat kita bayangkan bahwa kekacauan dalam segala bidang ekonomi akan terjadi. Proses produksi akan terhambat, proses komunikasi akan terhambat, dan keduanya timbul atas proses pertukaran terhambat. Jadi tidak adanya uang akan membawa kembali mundur perekonomian dari perekonomian pertukaran ke perekonomian subsistensi yaitu masing-masing orang cenderung memproduksikan apa yang dibutuhkan. Perekonomian yang didasarkan atas barter tidak akan bisa tumbuh dan berkembang.
2. Uang sebagai alat Pengukur Satuan Nilai (Standard of Value)
            Salah satu fungsi uang yang umum adalah sebagai satuan nilai. Satuan moneter berlaku sebagai satuan penilaian atau satuan perhitungan yang dalam satuan ini nilai barang dan jasa diukur dan dinyatakan. Di Indonesia, semua barang yang bernilai ekonomi dinyatakan harganya dalam satuan rupiah. Cara demikian menyederhanakan masalah pengukuran nilai dan penjumlahan. Seandainya tidak ada uang, maka akan terjadi kesamaan di dalam satuan hitung. Dengan adanya uang sebagai satuan nilai maka dengan mudah barang dapat ditentukan nilai tukarnya.
            Menurut Taqyuddin an-Nabhani uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Oleh karena itu, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk tiap barang dan tenaga. Misalkan, harga adalah standar untuk barang dan upah adalah standar untuk manusia, yang masing-masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai barang dan tenaga manusia. Jadi fungsi uang sebagai satuan nilai adalah untuk mengukur barang dan tenaga (jasa) yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat dalam kehidupan perekonomian.[19]
            Lain halnya menurut Ibnu Taimiyah, meskipun masih senada dengan Taqyudin dalam memberikan penjelasan tentang fungsi uang sebagai satuan nilai. Dia mengatakan "tsaman" adalah harga atau sesuatu yang dibayarkan untuk pengganti harga yaitu uang yang dimaksudkan untuk alat ukur dari nilai suatu benda, melalui uang itu sejumlah barang diketahui nilainya.[20] Dengan pernyataan ini menjadi jelas bahwa fungsi penting dari uang adalah untuk mengukur nilai sebuah barang.
            Secara implicit fungsi uang sebagai satuan nilai juga terkandung pada hadits Nabi terdahulu yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri. Hadits tersebut menekankan adanya praktek penjualan dan pembelian terlebih dahulu sebelum barang yang diinginkan. Dengan adanya praktek jual beli, pengukuran terhadap nilai suatu barang dapat dilakukan. Pada hadits tersebut Nabi menginginkan penjualan kurma yang kurang baik terlebih dahulu. Dari hasil penjualan tersebut nilai uang yang diperoleh dapat mengukur kurma yang nilainya baik.
            Fungsi uang sebagai standar nilai suatu barang dan jasa, dan fungsinya sebagai alat tukar merupakan dua fungsi yang sangat penting dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Pada hakekatnya dimana fungsi yang satu sudah berperan maka fungsi yang lain pun juga berperan.

C. Transaksi Pasar Uang antara Bank menurut Ketentuan Bank Indonesia
            Transaksi pasar uang antarbank menurut ketentuan bank Indonesia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pasar uang antarbank melalui perhitungan kliring
1.1.Transaksi melalui kliring penyerahan
Transaksi dalam pasar uang melalui kliring dilakukan dengan mekanisme berikut:
a.       Bank yang meminjamkan berkewajiban untuk:
1.      Menyerahkan nota kredit untuk peserta yang menerima pinjaman sejumlah transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.
2.      Memperhitungkan nota kredit yang diterimanya sebagai bagian dari nota kredit yang diserahkan dalam kliring penyerahan.
b.      Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk:
1.      Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
2.      Memperhitungkan nota kredit yang diterimanya sebagai bagian dari nota kredit yang diterima dalam kliring penyerahan.
3.      Menyerahkan tembusan atau foto kopi surat sanggup (askep/promes) yang bersangkutan kepada penyelenggara kliring.
c.       Pencairan kembali surat sanggup (askep/promes) dilakukan dengan cara penerbitan nota debit (N/B) oleh peserta yang memberikan pinjaman sebagai kliring, sedangkan surat sanggup (askep/promes) yang bersangkutan dijadikan lampiran dan dimasukan dalam sampul tertutup.
1.2. Transaksi yang diselenggarakan pada jadwal yang disediakan khusus untuk pasar yang antarbank
a.   Bank yang meminjamkan berkewajiban untuk
1.      Menyerahkan nota kredit untuk peserta yang menerima pinjaman sejumlah transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.
2.      Mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilnet saldo kliring sebagai komponen dana pasar yang disurahkan.
b.  Bank yang menerima pinjaman berkewajiban untuk:
1.      Menerbitkan surat sanggup (aksep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
2.      Mencantumkan jumlah transaksi tersebut pada bilnet saldo kliring sebagai komponen dana pasar uang yang diterima.
3.      Menyampaikan tembusan atau fotocopy surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan kepada penyelenggara kliring.
c.   Pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) dilakukan dengan cara seperti huruf C di atas
2. Tata cara pinjam-meminjam di luar perhitungan kliring dalam hal pelaksanaan transaksi tersebut dilakukan di luar kliring, maka:
2.1. Bank yang menerima pinjaman berkewajiban:
a.       Menerbitkan surat sanggup (askep/promes) yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
b.      Menyampaikan tembusan atau fotocopy surat sanggup (aksep/promes) yang bersangkutan kepada bank Indonesia.
2.2.       Bank yang memberikan pinjaman harus menyelesaikan transaksi tersebut menurut cara yang disepakati dengan pihak penerima pinjaman.
2.3.       Pencairan kembali surat sanggup (askep/promes) dapat dilakukan dengan cara penerbitan nota debit (N/B) oleh peserta yang memberikan pinjaman sebagai warkat kliring, sedangkan surat sanggup (askep/promes) bersangkutan dijadikan lampiran dan dimasukkan dalam sampul tertutup.[21]



               



[1] Boediono, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 1985), p.1
[2] Murti Sumarni dan Jhon Suprinanto, Pengantar Bisnis, Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty, 1995), edisi 4, p. 234
[3] Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro, Suatu Pengantar, (Jakarta: LPFEUI, 1999), cet. 3, p. 26
[4]  Boediono, op.cit, p.2
[5] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), p. 979
[6] Iswardono Sarjonopermono, Uang dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, 1994), cet. 4, p.4
[7] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) edisi 6, p.219-220
[8] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 2001), p. 189
[9]  Habib Ahmed, Money and Exchange Rate in an Islamic Economy, (Malaysia: International Islamic University, 2002), p. 304).
[10] Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw tentang Ekonomi, (Jakarta: BMI, 1997), p. 179
[11] Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram Terjemah, M. Syarief Sukandi, cet. 12 (Bandung: Alamaarif, 1996), p. 306
[12]  TM. Hasbi Ash Shidiqy, Al-Qur'an dan Terjemah, edisi.2 (Jakarta: CV. Rizky Grafis, 1995), p. 1600
[13]  Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, 2001), p. 20-21
[14]  Ibid, p. 24
[15]  Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), p. 185-186
[16] Boedino, Op.cit,  p. 11
[17]  M.A Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Jakarta: Intermasa, 1992), p. 162
[18]  Zainuddin Ahmad Bin Abdullathif Al-Zabidy, Ringkasan Shahih Bukhari, Jilid I, (Riad: Dar al-Kitab Sunnah, 2009), p. 567-568
[19]  Taqyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: RIsalah Gusti, 1996), p. 297
[20] A.A Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), p. 175
[21] Dahlan Siamat, Op.Cit, p. 86-89

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger